Saturday 30 August 2014

Si Semut dan Si Gajah

Persahabatan antara Semut dan Gajah. Saling berpegangan (dengan cara mereka tentunya), saling merangkul (masih dengan cara mereka), saling menopang (pastinya tetap dengan cara mereka) agar tetap saling terjaga. 

Semut berkata:
Aku kecil nyaris tak terlihat bagimu karena kau teramat besar bagiku. Tapi aku berusaha ada meski sungguh sulit. Pegang ucapan dan janjiku.

Gajah berkata:
Sejauh ucapan sejauh janji sejauh itu gelap merindukan kata-kata yang terlanjur diucap terlanjur dijanji. 

Semut berujar:
Meski anda pintar dan dipandang tapi dalam pandangan saya itu tidak berlaku sejak janji anda hanya menggantung di ujung lidah.

Gajah berujar:
Sungguh menggelitik kata-katamu seperti lolongan harimau dan serigala yang mengaum di malam hari, sayangnya salah redaksi dan memancing emosi bikin sensi seolah-olah candaan basi. Tapi tak mengapa mungkin hari ini sedang tak serasi, bisa jadi karena ungkapan penuh pretensi dan dijejali segala belaian distorsi. Terima kasih.

Semut berkata:
Maka sudah menjadi hak untukmu mendengarkan pihak lain selain pihak yang selalu ada disekitarmu. Hanya saja jika perubahan itu terlalu kentara setelahnya, tolong jangan memutuskan perkara karena ketimpangan sudut pandang. Kamu bisa jadi salah berspekulasi.

Gajah berkata:
Akan ada banyak cara berkenalan. Salah satunya mengulurkan tangan dan menyebutkan nama. Selain itu, ada pula yang diperkenalkan satu sama lain oleh pihak penengah. Ataupun hingga yang melihat dari jarak jauh dan bertanya itu siapa? Jawabannya tergantung dari sudut pandang sang pemberi jawaban terhadap orang yang dipertanyakan.

Pada akhirnya, Semut dan Gajah sama-sama berujar:
Berterima kasihlah pada cermin, karenanya kita dapat melihat pantulan diri kita sendiri. Agar kita bisa melihat apa yang belum baik sehingga kita segera memperbaiki.

Diatas itu... Berterima kasihlah pada si pembuat cermin, karenanya kita dapat menggunakan cermin yang dibuatnya sehingga kita punya kesempatan agar dapat memperbaiki apa yang belum baik.

Tapi yang teratas diantara itu semua... Berterima kasihlah pada Sang Pemberi Kehidupan yang memberikan hidup pada si pembuat cermin, karena-Nya kita dipertemukan pada si pembuat cermin yang pada akhirnya menjadikan kita bercermin dan melihat masih adakah yang belum baik pada diri kita.