Persahabatan antara Semut dan Gajah.
Saling berpegangan (dengan cara mereka tentunya), saling merangkul (masih
dengan cara mereka), saling menopang (pastinya tetap dengan cara mereka) agar
tetap saling terjaga.
Semut berkata:
Aku kecil nyaris tak terlihat
bagimu karena kau teramat besar bagiku. Tapi aku berusaha ada meski sungguh
sulit. Pegang ucapan dan janjiku.
Gajah berkata:
Sejauh ucapan sejauh janji sejauh
itu gelap merindukan kata-kata yang terlanjur diucap terlanjur dijanji.
Semut berujar:
Meski anda pintar dan dipandang
tapi dalam pandangan saya itu tidak berlaku sejak janji anda hanya menggantung
di ujung lidah.
Gajah berujar:
Sungguh menggelitik kata-katamu
seperti lolongan harimau dan serigala yang mengaum di malam hari, sayangnya
salah redaksi dan memancing emosi bikin sensi seolah-olah candaan basi. Tapi
tak mengapa mungkin hari ini sedang tak serasi, bisa jadi karena ungkapan penuh
pretensi dan dijejali segala belaian distorsi. Terima kasih.
Semut berkata:
Maka sudah menjadi hak untukmu
mendengarkan pihak lain selain pihak yang selalu ada disekitarmu. Hanya saja
jika perubahan itu terlalu kentara setelahnya, tolong jangan memutuskan perkara
karena ketimpangan sudut pandang. Kamu bisa jadi salah berspekulasi.
Gajah berkata:
Akan ada banyak cara berkenalan.
Salah satunya mengulurkan tangan dan menyebutkan nama. Selain itu, ada pula
yang diperkenalkan satu sama lain oleh pihak penengah. Ataupun hingga yang
melihat dari jarak jauh dan bertanya itu siapa? Jawabannya tergantung dari
sudut pandang sang pemberi jawaban terhadap orang yang dipertanyakan.
Pada akhirnya, Semut dan Gajah sama-sama berujar:
Berterima kasihlah pada cermin,
karenanya kita dapat melihat pantulan diri kita sendiri. Agar kita bisa melihat
apa yang belum baik sehingga kita segera memperbaiki.
Diatas itu... Berterima kasihlah
pada si pembuat cermin, karenanya kita dapat menggunakan cermin yang dibuatnya
sehingga kita punya kesempatan agar dapat memperbaiki apa yang belum baik.
Tapi yang teratas diantara itu
semua... Berterima kasihlah pada Sang Pemberi Kehidupan yang memberikan hidup
pada si pembuat cermin, karena-Nya kita dipertemukan pada si pembuat cermin
yang pada akhirnya menjadikan kita bercermin dan melihat masih adakah yang
belum baik pada diri kita.