Thursday 3 September 2009

Sang Penanti

Wajah kuyu pucat pasi pun bisa dia hindari...
Hidupnya sudah tergelayuti beban yang mengakar
Apakah ada rahasia di ujung langit sana
Ketika dia sedang menyusuri lorong gelap yang tak terbantahkan

Lampu penerangan di pinggir jalan seperti menyorotinya
Tapi mata itu tak tampak berkaca
Baginya lampu itu hanya sebagai petunjuk ketika malam hendak datang
Tapi baginya cahaya itu belum hinggap

Seuntai doa dia lantunkan setiap hari...
Hari pertama dia meminta sebungkus nasi untuk kenyangkan perutnya
Di hari kedua dia meminta selembar selimut yang bisa menghangatkan malam-malamnya
Hari ketiga dia meminta agar diberikan seorang teman untuknya berbagi cerita

Akan tetapi permintaan lewa doa itu tak kunjung menyambanginya
Dia terduduk lesu mengingat mengapa doanya tak terwujudkan
Lalu sekelibat cahaya menerpa wajahnya
Sesosok makhluk indah didepan sana dan sedang tersenyum padanya

“Siapa engkau?”, sapa sang penanti doa
“Engkau mungkin lupa wahai sang penanti”, balas sosok indah itu
“Aku tak punya teman, bagaimana aku mengenalmu”, sang penanti memandang dengan seribu kerutan yang terukir jelas di keningnya
“Kita pernah bertemu bahkan jauh sebelum engkau menyadari semua ini”, balas sosok indah itu lagi, kembali dengan seuntai senyum

“Ikutlah denganku wahai sang penanti, waktumu sudah cukup disini” sosok indah itu mengulurkan tangannya
“Tapi maafkan aku wahai engkau yang begitu teramat indah, aku sedang menunggu doaku agar aku diberikan makanan, selimut, dan teman bicara” sang penanti mengatupkan kedua tangannya dan mengucapkan maaf yang tiada terkira atas kelancangannya
“Wahai penanti, ikutlah denganku”
“Tapi...........” tolaknya halus
“Wahai penanti ikutlah denganku”
“......” sang penanti terdiam bingung
“Wahai penanti ikutlah denganku, kau bisa langsung meminta semua itu pada-Nya”
“Apakah itu benar? Benarkan tak perlu menunggu lagi” binar matanya memancar hebat.
“Percayalah.”

Diikutinya sosok indah itu, dan sang penanti menutup matanya lega
Inilah saatnya aku pergi
Tak ada lagi beban, duka, dan sepi dalam hari-hariku
Aku kini sudah bisa mendapatkan lebih dari sebungkus nasi, lebih dari selembar selimut, dan ribuan teman yang selalu menemaniku

No comments: